Dec 17, 2023

Antara Juanda - Hang Nadim

Saat ke Bandara Juanda Surabaya, ada moment yang sangat mengesankan dan sepertinya tidak akan mudah dilupakan. Saat itu di bulan Mei 2006. Terminal yang ada masih terminal lama (saat ini sudah diubah namanya menjadi Terminal 2. Terminal 1 masih dalam proses pengerjaan dan sudah masuk tahap finishing). Jika sebelumnya terbang dari bandara Juanda di biayai oleh perusahaan, kali ini, untuk pertama kalinya ongkosnya keluar dari dompet pribadi. Maklum, urusan pribadi. Kota tujuan adalah Batam, kepulauan Riau. Dengan membawa motor Honda GL MAX, sepeda motor langsung kuarahkan ke arah Parkiran. Setelah motor parkir dengan sempurna, baru kusadari kalau area parkiran itu adalah khusus untuk karyawan. Yah sudahlah, di urus nanti saja pikirku. Tanpa tolah toleh kiri kanan, segera diriku bergegas ke konter tiket terdekat. Yang tidak begitu jauh dari area parkiran. Sempat terdengar ada orang teriak, "mas.... mas....", itu pasti manggil orang lain yang parkir nya di belakangku, pikirku.


Dari seorang teman, sebelumnya sudah kuperoleh informasi pilihan tiket apa saja yang ramah di kantong. Pilihan jatuh ke Citilink., beli tiket untuk penerbangan di hari itu juga. Ongkosnya sekitar 700 ribu untuk sekali jalan. Sebelum meninggalkan counter, dengan sedikit memelas aku meminta stiker Citilink untuk souvenir. Dikasih dua sama mbaknya. Lumayan.

Setelah stiker Citilink sudah ku pegang, segera aku kembali ke parkiran. Tujuannya cuma satu, menempelkan stiker tersebut ke motor GL Max. Satunya lagi nempel di helm. Dengan begitu aku bisa tenang meninggalkannya di parkiran karyawan entah untuk berapa hari.

Urusan di Batam ternyata hanya butuh sehari, tidak lebih. Hasilnya sesuai dengan harapan. Yang tidak sesuai dengan harapan adalah mengenai kondisi kota Batam yang tidak sama antara kenyataan dan imajinasi yang ada di pikiran.

Saat itu memang sudah ada Google. Tapi belum jadi "mbah" seperti sekarang. Dia masih bayi yang sedang belajar merangkak. Dunia internet pun masih belum berjaya di genggaman. Jika ingin koneksi lancar, perlu mampir ke warnet. Untuk melakukan hal ini perlu waktu yang khusus. Biasanya paket yang ku pilih adalah paket kelelawar. Bergadang di warnet sepuasnya dari jam 12 malam sampai shubuh menjelang.

Tapi itu dulu saat masih Mahasiswa. Di perjalanan ke Batam yang ini, aku hanya bermain di alam pikiran. Sama sekali tidak crosscheck photo satelitnya di Internet. Batam -dalam alam pikiranku- lokasinya dekat dengan Singapore. Informasinya dikembangkan oleh Bapak Habibie sebagai prioritas kota penyanggah Singapore. Harusnya akan banyak bangunan tinggi dan megah seperti di Singapore. Begitu pesawat mau mendarat, sejauh yang bisa kupandang dari kaca jendela pesawat adalah perbukitan tanah merah dengan perumahan-perumahan yang lokasinya acak. Bisa dikatakan masih kosong melompong. Rencana awal untuk bertempat tinggal di Batam sirna sudah. Berubah menjadi persinggahan sementara untuk pengalaman kerja.

Setelah urusan di Batam selesai, besoknya segera balik Surabaya. Yang ada dalam pikiranku saat beli tiket adalah harapan agar motor di Juanda tidak digembosi karena sudah kupasangi stiker Citilink. Maklum, pertama kalinya naruh motor di Bandara. Mikirnya jadi aneh-aneh.

Begitu mendarat di Juanda, langsung mengarah ke Parkiran. Awalnya sempat panik karena posisi sedikit bergeser. Tapi Alhamdulillah. Motor dan Helm aman. Keluar parkiran pun aman. Mungkin karena bantuan stiker Citilink nang nempel di plat nomor depan.

No comments:

Post a Comment

Radiometric Measuring System (2)

Bab 2: Nuklir dan Gamma Ray Protrac Radiometric Di postingan sebelumnya sempat saya sentil terkait gelombang electromagnetic dari frekwensi ...