Kapal Ferry Kayangan - Poto Tano

Sandalku mengintip selat sumbawa

Empat bulan yang lalu sepasang sandalku njepat (terkelupas) di sisi bagian belakang. Jika di buat jalan, terdengar seperti ada suara gema yang muncul dari belakang sandal. Bunyinya seperti ini, "njepat... njepat.... njepat....". Pendengaranku yang tajam segera memahami bahasa kode itu. "Oke sendal, jika kamu mau pensiun akan saya approve. Tapi last day mu tetap harus menunggu sampai ada rekrutan baru yang bisa mengganti posisimu. Sebelum suksesormu datang, tolong tahan, jangan teriak njepat njepat lagi". Dan dia pun terdiam. Ku anggap dia sudah mengerti karena tidak ada response apapun. Maklum, Alteco menutup rapat mulutnya.

Kapal Ferry

Sebulan kemudian, di akhir pekan, tepatnya di hari sabtu, secara tidak sengaja kakiku melangkah ke dalam mall. Arahnya seperti nampak meyakinkan, yaitu ke rak sandal. Sedikit bengong, dalam hati bertanya, " kenapa aku bisa sampai di tempat ini?". Tiba-tiba saja pandangan mataku tertunduk ke bawah dan melihat sandalku sendiri yang tampak menyeringai. Dia seperti berkata, "Uwasem kecut, itu lho di depanmu banyak suksesorku. ndang dipilih satu. Kapan aku akan pensiun jika gak mau beli. Kemarin katanya paham?".

"Oiya", dan aku pun tersadar.

Sekitar lima belas menit waktu yang dibutuhkan untuk mengamati, mencoba dan mencocokkan beberapa sandal dengan ukuran kaki. Disaat sudah ada kecocokan, entah harga maupun ukuran, akhirnya terjadilah transaksi di depan kasir yang menegaskan sandal baru sudah boleh di bawa pulang. Saat sandal yang baru mau langsung kupakai, tiba-tiba terdengar seperti ada suara dari bawah, "masukkan dia ke kardusnya dulu. Aku masih layak untuk mengantarmu pulang. Biarkan aku melayanimu sampai diriku parkir di rak sandal di depan rumahmu."

Sandal baru pun tidak jadi ku pakai. Kumasukkan dia ke dalam kardusnya. Dengan sedikit perasaan bersalah, kupakai lagi sandalku yang lama, "oke, di mengerti".