Jun 13, 2019

Soto & Kunci Kontak

Soto Lamongan (Ilustrasi) 
Disebuah warung soto yang lumayan ramai di pagi ini, seperti biasa aku "mengantri" di belakang pembeli yang umumnya adalah para ibu-ibu.

Apakah antriannya mengular? Tidak. Antriannya menyebar secara acak. 
Apakah si bapak/si Ibu penjual soto tahu siapa saja yang datang duluan dengan siapa saja yang datang setelahnya? Itu kita hanya bisa berharap ke Yang Maha Kuasa agar mereka berdua bisa mengingatnya dengan baik.

Sengaja kata "mengantri" diawal kalimat saya kasih tanda kutip karena posisi antrianku tidak pernah lebih maju dari tempat biasa aku berdiri untuk mengantri. Kalau mundur ke belakang malah lebih sering terjadi karena pasti ada ruang diantara tempatku berdiri dengan posisi ibu-ibu yang paling belakang. Jangan harap ada orang lain dibelakangku.

Jika ada pembeli lagi yang datang dan bisa melihat celah itu, dengan leluasa bisa masuk diantara antrian, dan itu kubiarkan selama aku bisa memastikan jika bapak dan ibu penjual soto sudah tahu kehadiranku.

Dari mana memastikannya? dari lirikan dan pandangan tentunya. Jika si bapak/si ibu penjual soto sudah terlihat melirik atau melihat keberadaanku di "tempat antri", posisiku sudah aman. Mau nyerobot, dipersilahkan. Tapi di saat pembeli membludak dan ramainya minta ampun, harus ada cara untuk menarik perhatian si bapak/ibu penjual soto agar tahu kehadiranku. 

Apa cara yang kulakukan?

Sedikit aku mendekat ke salah satu, entah si bapak atau si Ibu penjual soto. Ada 3 (tiga) kata yang selalu kuucapkan, jarang lebih, apalagi kurang, dan itu menjadi semacam password yang kemudian dimengerti oleh mereka. Memang butuh waktu. Tapi karena sering dan selalu mengucap 3 (tiga) kata itu dengan intonasi yang selalu sama, maka bapak/ibu penjual soto menjadi hapal di luar kepala. Mereka pun amat jarang menjawab dengan suara, seringnya merespon dengan lirikan atau tolehan untuk memastikan. Saat di toleh itu, dengan cepat kusimpulkan bahwa nomor antrian sudah aman.

Antrian nomer berapa? ...... tidak tahu 😅


***

Password (tiga kata) itu adalah, "tambah ceker Pak", jika si Bapak Soto yang lebih dekat posisinya. Atau, "tambah ceker Bu", jika si ibu Soto yang lebih dekat.

Untuk pagi ini, si Ibu Soto cepat merespon, "cekere tinggal satu besar. Piye?"

Standard ceker satu porsi adalah 3 biji ukuran sedang. Kebiasaanku selalu request ukuran sedang, 2 biji saja. Kali ini cuma satu ceker tersedia. Permintaan tak rubah, tidak seperti biasanya, "kalau gitu tambah sayap saja buk".

Dan pesananku pun tersegel dengan sempurna, sepertinya.

***

Sekitar 10 menit kemudian, terlihat si Ibu penjual soto mengambil sayap untuk di masukkan dalam bungkus plastik soto. 

Oiya, soto yang kubeli ini tidak untuk di makan tempat. Hanya beli seperangkat kuah soto tanpa nasi dan dibungkus untuk di makan dirumah.

Tak lama, si ibu soto kemudian melihatku dan berucap, "monggo"

Dengan sigap aku langsung merangsek ke depan, dan ternyata benar, itu bagianku 😍

Segera kubayar, kuraih kunci kontak sepeda motor matic kesayangan yang ada di kantong celanaku untuk segera pergi berlalu.

Hampir setiap pagi, sepeda motor matic menemaniku muter-muter mencari panganan di komplek. Entah untuk beli soto seperti hari ini atau sekedar nyari cemilan jajan pasar seperti lemper, gethuk, perut ayam, onde-onde, serabi dan lain-lain.

Tapi sebentar, setelah ku rogoh semua kantong celana, yang kutemukan hanya kunci gembok gerbang rumah, bukan kunci kontak. Trus dimana kunci sepeda motor matic kesayangan?

Sontak wajahku pucat, tolah toleh kucari di sekeliling. Mungkin saja jatuh tidak jauh. Tapi hasilnya nihil, kunci kontak tidak ketemu.

Terbayang sudah, aku jalan kaki dengan menuntun sepada motor matic sepanjang jalan.

Banyak komentar dan pertanyaan dari orang-orang di sekitar situ yang ikut heboh. Tapi hanya bisa kurespond dengan nyengir saja. Tapi ada satu komentar yang menarik perhatianku.

"Kunci kontake nyangkut di sepeda motor mungkin Pak", kata seseorang.

Ada benarnya juga pikirku.

Secepat kilat kucari motorku. Tapi....

Lho....... MANA MOTORKUUU?????

***

Terkesima, terpana, menganga, ngowo atau apapun namanya. Aku terdiam beberapa saat lamanya. Diiringi dengan tatapan mata para pembeli dan penjual soto yang lumayan menusuk tajam.

Setelah sempat lari-lari kecil ke semua sudut parkiran dengan pikiran tak karuan, akhirnya aku berhenti di satu titik. Disamping sebuah sepeda onthel, diantara deretan sepeda motor. Sepeda onthel itu adalah satu-satunya sepeda onthel yang terparkir di situ. Terjepit di sekawanan motor yang berserakan.

Perlahan ku ambil dan kukeluarkan dari arena parkiran. Kunaiki, kemudian ke kayuh pelan sambil menoleh ke orang-orang di sekitar situ.

Sambil tersenyum simpul dan kepala terangguk pelan, aku berkata lirih ke mereka, "Monggo sedoyo, nderek pamit"  

(Ternyata yang kubawa adalah sepeda onthel 😅)

No comments:

Post a Comment

Radiometric Measuring System (2)

Bab 2: Nuklir dan Gamma Ray Protrac Radiometric Di postingan sebelumnya sempat saya sentil terkait gelombang electromagnetic dari frekwensi ...